Minggu, 29 November 2009

Rabu, 25 November 2009

MENGENAL ASURANSI KONVENSIONAL
DAN ASURANSI SYARIAH

I. PENDAHULUAN
Asuransi merupakan salah satu bentuk muamalah yang asal mulanya tumbuh di barat kemudian masuk dan berkembang di negara-negara islam setelah terjadinya penjajahan sekitar abad 18-19.
Asuransi merupakan sesuatu yang urgen mengingat dalam diri manusia terdapat unsur ketidakpastian dan kekhawatiran yang menuntut untuk adanya perlindungan terhadap jiwa dan harta benda.
Berkenaan dengan asuransi yang ada maka perlu diketahui tentang pengertian dan unsur-unsur yang ada dalam asuransi sampai hukum pelaksanaannya yang bermuara pada timbulnya konsep asuransi syariah yang tentu saja berbeda dalam prinsip dan operasionalnya dengan asuransi konvensional yang dikembangkan di barat dan negara-negara non islam. Selengkapnya akan dibahas dalam pembahasan.
II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Asuransi
Menurut KUHP pasal 246, asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan menerima suatu premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan diderita karena sesuatu yang tak tertentu.
Secara umum, asuransi dikelompokkan dalam tiga kategori yaitu asuransi kerugian, asuransi jiwa, dan asuransi sosial. Asuransi sosial adalah asuransi yang memberikan jaminan kepada masyarakat dan diselenggarakan oleh pemerintah seperti jasa raharja, TASPEN, ASTEK, ASKES, dan ASABRI. Asuransi kerugian mencakup kerugian yang berupa kehilangan nilai pakai, atau kekurangan nilainya,atau kehilangan keuntungan yang diharapkan oleh tertanggung. Produk asuransi kerugian adalah asuransi kendaraan bermotor, kecelakaan diri, pesawat terbang, konstruksi, mesin, pengiriman, wisatawan, perjalanan, keluarga, haji, dan lain sebagainya.
B. Hukum Asuransi
Mengenai hukum asuransi ada dua pendapat, yakni mengharamkan dan ada yang memperbolehkan.
1. Pendapat Yang Mengharamkan
Diantara ulama’ yang mengharamkan asuransi adalah Syaikh Ibnu Abidin, Syaikh Muhammad Bakhit Almuthi’ie, Syeikh Muhammad Alghazali, Yusuf al-Qardlawi, Syeh Abu Zahro. Mereka beralasan bahwa asuransi bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah Islam, yakni sebagaimana yang diungkapkan oleh Dr. Muhammad Muslehuddin, sebagai berikut:
- Asuransi merupakan kontrak perjudian
- Asuransi hanyalah pertaruhan
- Asuransi bersifat tidak pasti
- Asuransi jiwa adalah alat untuk mengganti kehendak Tuhan
- Dalam asuransi jiwa, jumlah premi tidak tentu karena peserta asuransi tidak tahu berapa kali cicilan yang akan dibayarkan sampai ia meninggal.
- Perusahaan asuransi menginvestasikan uang yang dibayarkan peserta asuransi dalam surat-surat berharga (sekuritas) berbunga.
- Seluruh bisnis asuransi didasarkan pada riba.
Ada juga pendapat yang beralasan asuransi mengandung pemerasan, dan termasuk jual beli atau tukar-menukar mata uang tidak tunai.
2. Pendapat yang Memperbolehkan
Para ulama’ yang memperbolehkan praktek asuransi diantaranya adalah Syaikh Abdurrahman Isa, Syeikh Abdul Wahab Khollaf, Prof. Mustafa Ahmad Az-Zarqa, dan Dr. Muhammad Al-Bahi. Nama yang terakhir ini berargumen:
- Asuransi merupakan suatu usaha yang bersifat tolong-menolong
- Asuransi mirip dengan akad mudharabah dan untuk mengembangkan harta benda
- Asuransi tidak mengandung unsur riba dan tipu daya
- Asuransi tidak mengurangi tawakkal terhadap Allah swt.
- Asuransi suatu usaha untuk menjamin anggotanya yang jatuh melarat karena suatu musibah
- Asuransi memperluas lapangan kerja baru
Az-zarqa menambahkan bahwa sistem asuransi memberi keamanan dan ketenangan hati bagi anggotanya. Menurutnya, perikatan asuransi dipandang sebagai prinsip yang dharuri menurut syara' dan harus dipraktekkan di lingkungan pegawai negeri, yaitu peraturan pensiun dan pendapatan pegawai.

Selain itu, ada juga pendapat yang mentolerir penyelenggaraan asuransi dan memberi batasan-batasan disahkannya asuransi, yakni:
a. MUI. Yang pada prinsipnya menolak asuransi konvensional, tetapi menyadari realita dalam masyarakat bahwa asuransi tidak dapat dihindari. Karena itu, DSN-MUI dalam fatwanya memutuskan tentang pedoman umum asuransi syariah.
b. PBNU, yang mula-mula mengharamkan asuransi jiwa dan yang lainnya karena termasuk judi. Akan tetapi dalam Munas Alim Ulama tahun 1992 diputuskan bahwa asuransi sosial diperbolehkan karena merupakan syirkah taawuniyah, dan diselenggarakan oleh pemerintah. Begitu pula asuransi kerugian dan asuransi jiwa diperbolehkan dengan ketentuan-ketentuan.
c. Keputusan Muktamar Muhammadiyah di Malang tahun 1987, berkesimpulan bahwa asuransi hukumnya haram karena mengandung unsur gharar, maisir dan riba; kecuali asuransi sosial yang diselenggarakan oleh pemerintah.
C. Asuransi Syariah dan Perbedaanya dengan Asuransi Konvensional
Berdasarkan perbedaan hukum di atas, maka terciptalah konsep asuransi syariah. Asuransi syariah adalah sebuah gabungan kesepakatan untuk saling menolong, yang telah diatur dengan sistem yang rapi, antara sumlah besar manusia. tujuannya adalah menghilangkan atau meringankan kerugian dari peristiwa-peristiwa yang terkadang menimpa sebagian mereka dan jalan yang mereka tempuh adalah dengan memberikan sedikit pemberian (derma) dari masing-masing individu.
Perbedaan asuransi syariah dengan asuransi konvensional secara ringkas dapat diketahui dengan tabel berikut:
No Prinsip Asuransi konvensional Asuransi syariah
1 Konsep Perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan pergantian kepada tertanggung. Sekumpulan orang yang saling membantu, saling menjamin dan bekerjasama dengan cara masing-masing mengeluarkan dana tabarru’
2 Sumber Hukum Bersumber dari pikiran manusia dan kebudayaan. Berdasarkan hukum positif, hukum alami dan contoh sebelumnya Bersumber dari syariah islam.
3 Maisir, Gharar, dan Riba Ada Bersih dari adanya praktik praktik ghoror dan riba
4 Dewan Pengawas Syriah Tidak ada, sehingga dalam banyak prakteknya berten-tangan dengan kaidah-kaidah syara’ Ada, yang berfungsi untuk mengawasi pelaksanaan operasional perusahaan.
5 Akad Akad jual beli (akad muawadhoh, akad adza’an, akad gharar, dan akad mulzim). Akad tabarru’ dan akad idaroh ( mudhorobah, wakalah, wadiah, syirkah dan sebagainya)
6 Jaminan/risk (resiko) Transfer of risk, dimana terjadi transfer resiko dari tertanggung kepada penanggung. Sharing of risk, dimana terjadi proses saling menanggung antara satu peserta dengan peserta lainnya (ta’awun).
7 Pengelolaan Dana Tidak ada pemisah dana, yang berakibat pada terjadinya dana hangus (untuk produk saving life) Pada produk-produk saving life terjadi pemisah dana, yaitu dana tabarru’ derma’ dan dana peserta, sehingga tidak mengenal dana hangus
8 Investasi Bebas melakukan investasi dalam batas-batas ketentuan perundang-undangan, dan tidak terbatasi pada halal dan haramnya obyek atau sistem investasi yang digunakan Dapat melakukan investasi sesuai ketentuan perundang-undagan, sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariat islam. Bebas dari riba dan tempat-tempat investasi yang terlarang
9 Kepemilikan Dana Dana yang terkumpul dari premi peserta keseluruhannya menjadi milik perusahaan. Perusahaan bebas mengguna-kan dan menginvestasikan kemana saja Dana yang terkumpul dari peserta dalam bentuk iuran atau kontribusi merupakan milik peserta, asuransi syariah hanya sebagai pemegang amanah dalam mengelola dana tersebut
10 Unsur Premi Terdiri dari tabel mortalita, bunga, biaya-biaya asuransi Iuran atau kontribusi terdiri dari unsur tabarru’ dan tabungan
11 Sumber Pembayaran Klaim Dari rekening perusahaan, sebagai konsekuensi penanggung terhadap tertanggung. Murni bisnis tidak ada nuansa spiritual Diperoleh dari rekening tabarru’, dimana peserta saling menanggung. Jika salah satu peserta mendapat musibah, maka peserta lainnya ikut menanggung bersama resiko tersebut.
12 Sitem Akuntansi Menganut konsep akuntansi accru-al basis, yaitu mengakui terjadinya peristiwa atau keadaan nonkas, dan mengakui pendapatan, peningkatan aset dalam jumlah tertentu yang baru diterima dalam waktu yang akan datang Menganut konsep akuntansi cash basis, mengakui apa yang benar-benar ada
13 Keuntungan (Profit) Keuntungan yang diperoleh dari surplus underwriting, komisi reasuransi dan hasil investasi seluruhnya adalah keuntungan perusahaan Keuntungan-keuntungan tersebut bukan seluruhnya menjadi milik perusahaan, tetapi dilakukan bagi hasil dengan peserta.
14 Misi dan Visi Misi ekonomi dan misi sosial Misi akidah, misi ekonomi, dan misi pemberdayaan umat.

D. Operasional Asuransi Syariah
Tata cara dan operasional asuransi syariah adalah sebagai berikut :
1. Akad (Akad antara perusahaan dengan peserta menggunakan akad mudharabah dengan semangat saling menanggung (takaful), dan bukan berdasarkan akad pertukaran (tadabbuli)). Unsur dalam konsep al-mudharabah ini ialah :
a. Perusahaan menginvestasikan dan mengusahakan ke dalam proyek dalam bentuk : musyarakah (kerjasama), murabahah (wakalah/ pemberian mandat), dan wadi’ah (memberikan kekuasaan pada orang lain untuk menjaga hartanya/barangnya).
b. Menanggung resiko usaha secara bersama-sama dengan prinsip bagi hasil yang telah disepakati.
c. Pembagian hasil atas keuntungan dari investasi dilakukan setelah penyelesaian klaim manfaat takaful dari peserta yang mengalami musibah.
2. Pengelolaan dan Investasinya Tidak Bertentangan dengan Syariat Islam
a. Gharar (tentang hak pemegang polis (peserta) dan sumber dana yang digunakan untuk menutup klaim dari peserta).
b. Maysir (karena dimungkinkan ada pihak yang diuntungkan di atas kerugian orang lain).
c. Riba (diperolehnya pendapatan dari mem-bunga-kan dana investasi yang diberikan

III. KESIMPULAN
Asuransi pada dasarnya adalah pertanggungan. Macam-macamnya ada asauransi social, asuransi jiwa, dan asurnsi kerugian. Mengenai hukum asuransi ada yang mengharamkan dan ada yang memperbolehkan, oleh karena itu dibuatlah jalan tengah yakni dengan mengkosepsikan asuransi berdasarkan islam (asuransi syariah). Baik konsep, opersional, tata cara sampai ketentuan-ketentuan dalam asuransi syariah adalah sangat berbeda dengan asuransi konvensional.
IV. PENUTUP
Demikian makalah yang dapat kami buat, dengan harapan dapat menjadi bahan belajar yang bermanfaat bagi kita semua. Sebagaimana manusia yang lain, kami pun masih punya banyak kekurangan, untuk itu kami mohon kesediaannya untuk memberikan kritik dan sarannya yang konstruktif demi perbaikan makalah kami ini, terima kasih. Amiin.
V. REFERENSI
AM. Hasan Ali, Asuransi dalam Parsepektif Islam, Suatu Tinjuan Analisis Histories, Teoritis dan Praktis. Kencana, Jakarta 2004.
Herman Darmawi, Manajemen Asuransi,Bumi Aksara, Jakarta, 2004.
http://ilmudigital.blogspot.com
Ir. Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah, Gema Insani, Jakarta, 2004
LTN NU, Ahkamul Fuqaha’, Diantama, Surabaya, 2005.
M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 199

MASAIL FIQHIYAH

Ringkasan Hasil Penelitian tentang Fatwa MUI

Mengenai peranan fatwa dalam masyarakat, orang dapat mencatat bahwa kebanyakan fatwa telah dikeluarkan sebagai tanggapan atas keprihatinan umum pada suatu waktu atas pertanyaan pemerintah atu badan lainnya, hanya sedikit diantaranya yang dikeluarkan atas pertanyaan orang-orang islam secara perseorangan tetapi menyangkut masyarakat luas.
Sepanjang mengenai dampak fatwa terhadap masyarakat tidaklah mudah untuk mengukur yang pasti. Akan tetapi suatu tipologi,dapat disusun hingga dapat ditarik suatu kesimpulan. Dari penelitian ini sudahlah terang bahwa ada limagolongan fatwa sepanjang menyangkut reaksi masyarakat:
1. Fatwa yang tersiar secara luas tetapi tidak menimbulkan pertentangan,fatwa ini tentang persoalan kebudayaan termasuk larangan pembacaan secara keliru ayat-ayat al-quran dalam lagu
2. Fatwa-fatwa yang tidak mendapat penyebaran secara uas atu tidak memperoleh reaksi banyak dari masyarakat, fatwa ini disambut oleh kaum muslimin tanpa menimbulkan perhatian mengenai shalat jum’at bagi para jama;ahyang sedang dalam perjalanan.
3. Fatwa-fatwa yang cukup tersiar luas dan telah menimbulkan pertentangan dikalangan masyarakat islam, sedangkan pemerintah tetap bersikap netral,mengenai perternakan kodok dan makn daging kodok.
4. Fatwa-fatwa yang tersiar luas tetapi hanya menimbulkan sedikit pertentangan sedangkan pemerintah menyambut denagan baik.fatwa ini mengenai miqat dan KB.
5. Fatwa-fatwa yang tersiar luas dan telah menimbulkan banyak pertentangan sedangkan pemerintah tidak menyukai fatwa itu. Fatwa ini mengenai kehadiran orang islam pada perayaan natal,tentang vasektoni dan tubektomi.
Pada umumnya dapat dikatakan bahwa fatwa MUI adala hasil dari seperangkat keadaan sosial budaya dan sosial politik yang kebijakan pemerintah merupakan bagian didalamnya,akan tetapi tingkat dampak fatwa-fatwa pada masyarakat tidak sama dengan tingkat pengaruh dipemerintah,baik secara positif maupun negative.
Dari pembahasan pada bab-bab terdahulu sudah jelas bahwa perkembangan fatwa-fatwa tidaklah sama dengan perkembangan peranan MUI pada umumnya,manakala MUI makin lama makin beasr pengaruhnya dalam masyarakat,khususnya dalam lingkungan umat islam,dan dalam hubungannya dengan pemerintah dan organisasi-organisasi islam lainnya. Maka peranan fatwa-fatwa makin berkurang terutama sejak berlakunya peraturan pembatasan pengeluaran fatwa pada tahun 1986. Ini berarti bahwa dalam praktik MUI lambat laun mencurahkan peranan dan kemampuan fatwa-fatwanya sendiri, dan lebih dari menyukai untuk mencari cara lain yang secara langsung lebih bersifat politik dan pragmatis,termasuk surat dan nasihat.
Dengan kata lain,peranan fatwa MUI telah beralih dari kedudukan prtama ke kedudukan kedua. Ditambah dengan terbatasnya jumlah unsure-unsur progresif dalam tubuh MUI,hal yang demikian ini lama kelamaan akan tidak menunjang kemajuan pemikiran hukum islam dinegeri ini. Seharusnya MUI mempergunakan wewenang pembuatan fatwa untuk menghasilkan lebih banyak fatwa mengenai berbagai persoalan dan memperkuat dalil-dalilnya dengan cara yang konsekuen menurut prinsip metedologi yang dianut.

ANALISIS

Dalam buku ini membahas tentang islam tak dapat diperlakukan sebagai gejala alam,karena bukan gejala yang senantiasa terjadi seperti layaknya hukum alam. Karena itu gejala agama harus didekati sebagai gejala budaya atau sosial. Disinilah pentingnya peran penelitian agama yang melihat agama sebagai gejala budaya,dan penelitian keagamaan yang melihatnya sebagai gejala sosial.
Bagian pertama buku ini memaparkan bagaimana islam dapat menjadi sasaran studi dan penelitian. Di uraikan pula disni, metode menyusun desain penelitian agama sebagai ilustrasi dari apa yang telah dibahas dari bagian pertama. Sedangkan pada bagian kedua studi islam diterapkan pada realita kejadian yang ada seperti halnya dipusatkan pada segi historisitasnya dan juga dapat untuk mencari sisi kebenarannya disbandingkan dengan buku “Studi agama terpusat pada normativitas agama”.




KRITIK

 Buku ini mengambil data-datanya dari observasi lapangan dalam kejadian dikomunitas suatu kelompok masyarakat dengan sejelas-jelasnya’
 Terlalu terpusat pada segi pendekatan studi islam dalam sisi historisnya.
 Buku ini memaparkan beberapa teori yang belum tentu dapat diterapkan dalam suatu komunitas lebih baiknya mengetahui permasalahan dahulu,baru membuat teori yang dapat diterapkan.
 Tidak berani menjawab pertanyaan yang spekulatif
























PENDEKATAN STUDI ISLAM DALAM TEORI DAN PRAKTIK

Penulis : DR.H.M.ATHO MUDZHAR
Pencetak : Pustaka pelajar
Cetakan I, Mei 1998
Cetakan II, November 1998
Penerbit : Pustaka Pelajar Yogyakarta
Tebal buku : 268

MASAIL FIQHIYAH

TRANSPLANTASI ORGAN TUBUH

I. PENDAHULUAN
Dewasa ini, dunia kedokteran semakin cangih, hal tersebut dapat kita lihat dari fenomena transplantasi organ tubuh. Transplantasi merupakan alternatif pengobatan modern, yakni pemindahan jaringan atau organ dari satu tubuh ke tubuh yang lain. Disamping itu bentuk transplantasi juga bermacam-macam tergantung keadaan pendonor dan resipien.
Islam menjelaskan hukum transplantasi organ tubuh donor dalam keadaan hidup sehat, hukum transplantasi organ tubuh donor dalam keadaan koma, serta hukum transplantasi organ tubuh donor dalam keadaan telah meninggal. Untuk lebih jelasnya pemakalah akan mencoba membahas hukum-hukum transplantasi pada pembahasan dibawah ini.
II. PERMASALAHAN
Dari uraian pendahuluan di atas, kami akan merumuskan beberapa permasalahan, yaitu :
1. Pengertian dan pembagian transplantasi organ tubuh
2. Hukum Transplantasi Organ Tubuh Menurut Islam
III. PEMBAHASAN
A. Pengertian dan pembagianTransplantasi Organ Tubuh
Transplantasi berasal dari bahasa Inggris "To Transplant" yang artinya bergerak dari satu tempat ke tempat lain. Adapun menurut ahli kedokteran transplantasi adalah pemindahan jaringan atau organ dari tempat satu ke tempat yang lain. Yang dimaksud jaringan disini adalah kumpulan sel-sel (bagian terkecil dari individu) yang sama mempunyai fungsi tertentu. Yang dimaksud organ adalah kumpulan jaringan yang mempunyai fungsi berbeda sehingga merupakan satu kesatuan yang mempunyai fungsi tertentu seperti jantung, hati, dan lain-lain.
Dalam pelaksanaan trasplantasi organ tubuh ada tiga pihak yang terkait dengannya : Pertama donor yaitu orang yang menyumbangkan organ tubuhnya yang masih sehat untuk dipasangkan pada orang lain yang organ tubuhnya menderita sakit, atau terjadi kelainan, yaitu orang yang menerima organ tubuh dari donor yang karena satu dan lain hal, organ tubuhnya harus diganti. Ketiga tim ahli, yaitu para dokter yang menagani operasi transplantasi dari pihak donor ke resipien
Pembagian Transplantasi
Melihat dari pengertian di atas kita bisa membagi transplantasi itu pada dua bagian :
1. Transplantasi jaringan, seperti pencangkokan kornea mata.
2. Transplantasi organ, seperti pencangkokan ginjal, jantung dan sebagainya.
Melihat dari hubungan genetic antara donor dan resipien ada tiga pencangkokan :
1. Auto Transplantasi yaitu transplantasi dimana donor resipiennya satuindividu. Seperti seorang yang pipinya dioperasi, untuk memulihkan bentuk, diambilkan daging dari bagian badannya yang lain dalam badannya sendiri.
2. homo Transplantasi yakni transplantasi itu donor dan resipiennya individu yang sama jenisnya (jenis disini bukan jenis kelamin tetapi jenis manusia dengan manusia)
3. Hetero Transplantasi ialah donor dan resipiennya dua individu yang berlainan jenisnya, seperti transplantasi yang donornya adalah hewan. Sedangkan resipiennya adalah manusia.
B. Hukum Transplantasi Organ Tubuh Menurut Islam
1. Hukum Transplantasi Organ Tubuh, Donor Dalam Keadaan Hidup Sehat
Apabila transplantasi organ tubuh diambil dari orang yang masih dalam keadaan hidup sehat, maka hukumnya haram dengan alasan :
Firman Allah dalam Qs. Al-Baqarah : 195 :
            •    
Artinya : "Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, Karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik" (Qs. Al-Baqarah : 195)
Ayat tersebut mengingatkan, agar jangan gegabah dan ceroboh dalam melakukan sesuatu, tetapi harus memperhatikan akibatnya, yang memungkinkan bisa berakibat fatal bagi diri donor. Meskipun perbuatan itu mempunyai tujuan kemanusiaan yang baik dan luhur. Umpamanya seseorang menyumbangkan sebuah ginjalnya, atau sebuah matanya kepada orang lain yang memerlukannya, karena hubungan keluarga atau karena teman, dan lain-lain. Kemungkinan juga, ada yang mengorbankan organ tubuhnya, dengan harapan ada imbalan dari orang yang memerlukan, disebabkan karena terhimpit oleh penderitaan hidup atau krisis ekonomi. Dan hukum menjual belikan organ tubuh manusia hukumnya adalah haram, karena seluruh tubuh manusia itu adalah milik Allah. Manusia hanya berhak mempergunakannya, tetapi tidak boleh menjualnya.
Orang yang mendonorkan organ tubuhnya pada waktu ia masih hidup sehat kepada orang lain, ia akan menghadapi resiko, suatu waktu akan mengalami ketidakwajaran, karena mustahil Allah menciptakan mata atau ginjal secara berpasangan kalau tidak ada hikmah dan manfaat bagi seorang manusia. Hal ini tidak diperbolehkan karena dalam kaidah fiqih disebutkan : "Bahaya (kemadharatan) tidak boleh dihilangkan dengan bahaya (kemadharatan) lainnya.
Qoidah Fiqhiyah
"Menghindari kerusakan didahulukan dari menarik kemaslahatan"
berkenaan transplantasi seseorang harus lebih mengutamakan memelihara dirinya dari kebinasaan dari pada menolong orang lain dengan cara mengorbankan diri sendiri, akhirnya ia tidak dapat melaksanakn tugasnya dan keawajibannya terutama tugas kewajibannya dalam melaksanakan ibadah.
2. Hukum Transplantasi Organ Tubuh Donor Dalam Keadaan Koma
Melakukan transplantasi organ tubuh donor dalam keadaan koma hukumnya tetap haram walaupun menurut dokter bahwa si donor itu akan segera meninggal, karena hal itu dapat mempercepat kematiannya dan mendahului kehendak Tuhan. Hal tersebut dapat dikataan euthanasia atau mempercepat kematian. Tidak etis melakukan transplantasi dalam sekarat. Orang yang sehat, seharusnya berusaha untuk menyembuhkan orang yang sedang koma itu, meskipun menurut dokter, bahwa orang yang koma tersebut sudah tidak ada harapan lagi untuk sembuh. Sebab ada juga orang yang sembuh kembali walaupun itu hanya sebagian kecil, padahal menurut medis, pasien tersebut sudah tidak ada harapan untuk hidup. Oleh sebab itu mengambil organ tubuh donor dalam keadaan koma tidak boleh menurut Islam.
3. Hukum Transplantasi Organ Tubuh Donor Dalam Keadaan Telah Meninggal
Mengambil organ tubuh yang sudah meninggal secara yuridis dan medis, hukumnya mubah, yiatu dibolehkan menurut pandangan Islam, dengan syarat bahwa resipien dalam keadaan darurat yang mengancam jiwanya bila tidak dilakukan transplantasi itu, sedangkan ia telah berobat secara optimal, tetapi tidak berhasil. Hal ini berdasarkan qoidah fiqhiyah : "Darurat akan membolehkan yang diharamkan" الضرورات تبيح المحظورات ) )
Juga berdasarkan qoidah fiqhiyah : "Bahaya harus dihilangkan" الضرر يزال ) ). Juga yang harus diperhatikan disini adalah dalam pencakokan cocok dengan organ resipien dan tidak akan menimbulkan komplikasi penyakit yang lebih baginya. Disamping itu harus ada wasiat dari donor kepada ahli warisnya untuk menyumbangkan organ tubuhnya bila ia meninggal, atau ada izin dari ahli warisnya.
Demikian ini sesuai dengan fatwa MUI tanggal 29 Juni 1987, bahwa dalam kondisi tidak ada pilihan lain yang lebih baik, maka pengambilan katup jantung orang yang telah meninggal untuk kepentingan orang yang masih hidup, dapat dibenarkan oleh hukum Islam dengan syarat ada izin dari yang bersangkutan.
4. Transplantasi Organ Binatang Yang Najis Ke Tubuh Orang Islam
Adapun pencangkokan organ binatang yang dihukumi najis seperti babi misalnya, ke dalam tubuh orang muslim, maka pada dasarnya hal itu tidak perlu dilakukan kecuali dalam kondisi darurat. Sedangkan darurat itu bermacam-macam kondisi dan hukumnya dengan harus mematuhi kaidah bahwa "segala sesuatu yang diperbolehkan karena darurat itu harus diukur menurut kadar kedaruratannya," dan pemanfaatannya harus melalui ketetapan dokter-dokter muslim yang tepercaya.
Mungkin juga ada yang mengatakan disini bahwa yang diharamkan dari babi hanyalah memakan dagingnya, sebagaimana disebutkan Al-Qur'an dalam empat ayat, sedangkan mencangkokkan sebagian organnya ke dalam tubuh manusia bukan berarti memakannya, melainkan hanya memanfaatkannya. Selain itu, Nabi saw. memperbolehkan memanfaatkan sebagian bangkai --yaitu kulitnya-- padahal bangkai itu diharamkan bersama-sama dengan pengharaman daging babi dalam Al-Qur'an. Maka apabila syara' memperkenankan memanfaatkan bangkai asal tidak dimakan, maka arah pembicaraan ini ialah diperbolehkannya memanfaatkan babi asalkan tidak dimakan.
Diriwayatkan dalam kitab sahih bahwa Rasulullah saw. pernah melewati bangkai seekor kambing, lalu para sahabat berkata, "Sesungguhnya itu bangkai kambing milik bekas budak Maimunah." Lalu beliau bersabda:
"Mengapa tidak kamu ambil kulitnya lalu kamu samak, lantas kamu manfaatkan?" Mereka menjawab, "Sesungguhnya itu adalah bangkai." Beliau bersabda, "Sesungguhnya yang diharamkan itu hanyalah memakannya."
Permasalahannya sekarang, sesungguhnya babi itu najis, maka bagaimana akan diperbolehkan memasukkan benda najis ke dalam tubuh orang muslim?
Dalam hal ini Yusuf Qordhawi menjawab: bahwa yang dilarang syara' ialah mengenakan benda najis dari tubuh bagian luar, adapun yang didalam tubuh maka tidak terdapat dalil yang melarangnya. Sebab bagian dalam tubuh manusia itu justru merupakan tempat benda-benda najis, seperti darah, kencing, tinja, dan semua kotoran; dan manusia tetap melakukan shalat, membaca Al-Qur'an, thawaf di Baitul Haram, meskipun benda-benda najis itu ada di dalam perutnya dan tidak membatalkannya sedikit pun, sebab tidak ada hubungan antara hukum najis dengan apa yang ada didalam tubuh.


IV. KESIMPULAN
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, transpalantasi dalam pandangan Islam ada beberapa kategori :
1. Transplantasi Organ Tubuh, Donor Dalam Keadaan Hidup Sehat, haram karena banyak madharatnya.
2. Transplantasi Organ Tubuh Donor Dalam Keadaan Koma, hukumnya haram karena hal itu dapat mempercepat kematiannya dan mendahului kehendak Tuhan.
3. Transplantasi Organ Tubuh Donor Dalam Keadaan Telah Meninggal, hukumnya boleh dengan syarat bahwa resipien dalam keadaan darurat yang mengancam jiwanya bila tidak dilakukan transplantasi itu, sedangkan ia telah berobat secara optimal, tetapi tidak berhasil.
V. PENUTUP
Demikian makalah yang dapat kami buat, dengan harapan dapat menjadi bahan belajar yang bermanfaat bagi kita semua. Sebagaimana manusia yang lain, kami pun masih punya banyak kekurangan, untuk itu kami mohon kesediaannya untuk memberikan kritik dan sarannya yang konstruktif demi perbaikan makalah kami ini, terima kasih. Amiin.
VI. REFERENSI
Lajnah Ta'lif Wan Nasyr (LTN NU), Ahkamul Fukuhah, Diantama, Surabaya, 2005.
Abuddin Nata, Masail Al-Fiqhiyah, 2003, Jakarta
http://www.geocities.com/pakdenono/
STRUKTUR KESADARAN BERIMAN

I. PENDAHULUAN
Keyakinan, sikap perilaku manusia adalah hasil dari perjalanan proses yang panjang yang diawali dari tumbuhnya sebuah pengertian akan dunia yang ada diluar dirinya atau dalam istilah psikologi adalah kesadaran .
Mengambil fenomena yang terjadi dan sangat dekat dengan kita. Tentang kasus-kasus yang meliputi akan segala hal, diantaranya kasus rumah tangga, penganiayaan, dan pemerkosaan. Dalam bidang sosial banyaknya kehamilan diluar nikah dan sebagainya.banyak yang menyebut bahwa orang yang melakukan hal tersebut diatas adalah yang lemah iman, juga ada yang menyebut bahwa orang tersebut orang yang tidak sadar, ada juga yang menyebut mereka sebagai orang yang tidak menjalankan nilai-nilai agama dengan baik atau yang seharusnya. Sebagai wujud dari bentuk suatu keberagamaan, yang sangat berkaitan erat dengan kesadaran iman.dan titik tekan suatu agama yang utama adalah aqidah sebagai pembangunan suatu kepercayaan atau keimanan.
II. PERMASALAHAN
1. Apa pengertian kesadaran beriman ?
2. Bagaimana proses munculnya kesadaran beriman?
3. Bagaimana hubungan anatara kesadaran beriman dengan amal saleh?

III. PEMBAHASAN
A. Pengertian Kesadaran Beriman
Menurut KBBI kesadaran secara bahasa berarti keinsyafan, keadaan mengerti dan hal yang dirasakan atau dialami oleh seseorang . sedangkan menurut istilah sebagaimana pendapat Joachim Wach yang dikutip oleh muslim A. Kadir adalah gejala kewajiban yang ditandai oleh tumbuhnya pengertian sebagai produk interaksi kemampuan manusia .
Adapun kata iman berasal dari bahasa arab yang merupakan bentuk mashdar dai amaman yukminu imanan yang berarti percaya atau yakin, sedangkan menurut istilah menurut Imam Roghib, iman berarti tashdiun bil-qolbi wa’-amalun bul-jawarih, artinya keadaan dimana pengakuan dengan lisan itu harus didiringi dengan pembenaran hati dan kemudian mengamalkan apa yag didinginkan dengan anggota badan .
Atau dengan kata lain bahwa keimanan itu bukan semata-mata ucapan yang keluar dalam bibir, atau hanya semacam keyakinan dalam hati belaka, tapi keimanan sebenarnya adalah merupakan suatu aqidah yang memenuhi seluruh hati nurani yang dapat menimbulkan bekas atau kesan, sebagaimana semerbaknya bau harum yang dikeluarkan oleh bunga mawar .
B. Proses munculnya kesadaran beriman
Proses munculnya kesadaran beriman pada diri seseorang, muslim A. kadir mengatakan kesadaran beriman dengan adanya tuhan mulai disaat orang beriman tersebut mengucap syahadat sebagai pernyataan menerima ajaran islam sebagai suatu gejala kejiwaan. Mengucap syahadat berarti seseorang telah menyatakan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW adalah utusan-Nya. Ketika pengucap tersebut melakukannya dalam dirinya telah tumbuh kesadaran beriman dengan tingkat tertentu, bergantung dengan kejiwaan orang tersebut.
Dalam dua pengalaman ini dapat dibagi menjadi dua macam, pertama kesadaran beriman yang tumbuh dari pengalaman konversi dan bentuk kedua, karena kelahiran. Kesadaran beriman yang tumbuh dari lahir, biasanya berlangsung pelan-pelan bahkan mungkin tidak dengan bentuk yang khusus, berbeda dengan ini adalah kesadaran beriman karena konversi kedua faktor lagi yakni peluang dan kemampuan menangkap kebenaran dari ajaran islam yang diyakininya. Artinya semakin besar kebenaran yang diperoleh seseorang terkait denga ajaran yang diyakininya maka semakin besar pula peluangnya untuk meningkatkan kesadaran beriman .
C. Hubungan Kesadaran Beriman Dengan Amal Saleh
Nur Said SM yang mengambil pemikiran dari Izutzu menjelaskan bahwa iman dan amal saleh merupakan dua unit yang tidak dapat dipisahkan, mereka yang merasa beriman idealnya mengaktualkan dengan perbuatan baik . Dari hal diatas yang menyatakan bahwa bagian dari definisi iman adalah pengaktualisasian melalui perbuatan baik, maka orang yang sadar akan keimananya kepada Allah dan Rosul-Nya. Maka sudah barang tentu dia akan bertaqwa dan menjalankan sunnah-sunnahnya yang mana hal itulah yang dianggap amal saleh.
Amal saleh selain bagian dari tahapan keimanan juga dapat dijadikan tolak ukur seberapa kuat keimanan orang tersebut. Semakin kuat keimanan seseorang semakin baik pula amal salehnya atau tingkah lakunya. Sehingga iman dapat mendasari semua aktifitasnya.

IV. KESIMPULAN

Dari sedikit pembahasan diatas, maka makalah dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:
 Kesadaran beriman adalah kesadaran manusia yang menyadari akan keberadaan Allah sebagai Tuhan yang Maha Esa dan semua sifat Maha yang dimilikinya dan dapat meng aktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari.
 Proses kesadaran beriman dapat dibagi menjadi dua macam, pertama kesadaran beriman yang tumbuh dari pengalaman konversi dan bentuk kedua, karena kelahiran.
 Kesadaran beriman dan amal saleh merupakan dua unit yang tidak dapat dipisakan dan saling berkaitan.


V. PENUTUP
Demikianlah makalah yang kami sampaikan tentunya ini semua jauh dari kesempurnaan , kritik dan saran yang konstruktif kami harapkan demi perbaikan makalah agar lebih baik. Dan akhirnya , semoga semua apa yang kitapelajari bisa bermanfaat bagi orang lain dan khususnya bagi diri kita dan terutama bagi perkuliahan psikologi islam supaya kita bisa menambah khasanah ilmu dan menambah pengetahuan, amin.

REFERENSI

 Moh. Dzofir, Dkk.,Daros Ilmu Tauhid Amali, STAIN KUDUS, Kudus 2004, hlm. 138
 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka 1995, hlm 859
 Muslim A. Kadir,Daros ilmu Islam Terapan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta 2003, hlm 155
 Amin Sykur, Tasyawuf Kontekstual, Pustaka Pelajar, Yogyakarta 2003, hlm 108
 Nur Said SM, Makalah Islam Untuk Perubahan disamapaikan di PDTD UKM LDK STAIN KUDUS , Kudus 2007

PSIKOLOGI

MOTIVASI BERAGAMA

I. PENDAHULUAN
Dalam menjalani kehidupan manusia tentunya banyak tersandung problem-problem yang dihadapinya baik dari segi psikologi ataupun dari segi psikis. Oleh karena itu, adalah benar bahwa agama dapat menenangkan keluh dan derita spiritual manusia. Iman kepada Tuhan dapat melepaskan manusia dari kesendirian tatkala harus kehilangan orang-orang terkasih, sahabat tercinta dan orang-orang besar yang dibanggakan. Iman kepada Tuhan dapat memenuhi segala sesuatu yang lepas dari tangannya dan mengisi kekosongan akibat kehilangan yang dideritanya.
Motivasi utama orang beragama yang tampak paling logis adalah semakin manusia mengamati sistem semesta, semakin ia mengenal kedalaman, kerumitan dan keagungan semesta ini. Ia sekali-kali tidak akan menerima begitu saja akan munculnya sekuntum bunga dengan segala elegansinya, keajaiban strukturnya, atau matahari dengan seluruh sistem sedemikian agung dan kompleksnya, yang lahir dari rahim semesta yang tak berakal dan pelbagai benturan. Dan berangkat dari sini, manusia bergerak kepada Sumber Awal sistem jagad ini, yakni Tuhan. Dari Tuhan manusia meyakini sebuah agama sebagai penuntun hidup dan norma yang harus ditaatinya.

II. PERMASALAHAN
Dari uraian pemaparan di atas, penulis tertarik untuk membahas beberapa permasalahan yang cukup viatal pada makalah ini, yaitu sebagai berikut :
1. Apa pengertian motivasi beragama ?
2. Motif apa saja yang mendorong orang beragama?
3. Mengapa orang beragama ?
III. PEMBAHASAN
A. Pengertian Motivasi Beragama
Menurut M. Utsman Najati, motivasi adalah kekuatan penggerak yang membangkitkan aktivitas pada makhluk hidup, dan menimbulkan tingkah laku serta mengarahkan menuju tujuan tertentu.(Abdurrahman Saleh dan Muhib Abul Wahab : 132) Sedangkan menurut Mc. Donald motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. (Sardiman AM : 72)
Adapun yang dimaksud dengan motivasi beragama adalah akumulasi daya dan kekuatan yang ada pada diri seseorang untuk mendorong, merangsang, menggerakkan, membangkitkan, dan memberi harapan dalam melaksanakan seperangkat aturan dan hukum-hukum normatif yang mengatur dan menata kehidupan manusia dalam rangka mentaati aturan Tuhan.
1. Macam-macam Motivasi
Motivasi dilihat dari dasar pembentukannya meliputi motif-motif bawaan atau biologis seperti makan, minum, dan bekerja, serta motif-motif yang timbul karena dipelajari seperti dorongan untuk belajar suatu cabang ilmu pengetahuan dan dorongan untuk mengejar sesuatu di dalam masyarakat. (Sardiman AM : 84).
Sedangkan menurut Abraham Maslow motivasi hidup manusia tergantung pada kebutuhan-kebutuhanya yang dikelompokkan menjadi dua kategori, yakni kebutuhan taraf dasar (basic needs) yang meliputi kebutuhan fisik, rasa aman dan terjamin, cinta dan ikut memiliki (sosial), dan harga diri; serta metakebutuhan-metakebutuhan (meta needs) meliputi apa saja yang terkandung dalam aktualisasi diri seperti keadilan, kebaikan, keindahan, keteraturan, kesatuan, dan sebagainya. Pemenuhan kebutuhan yang dapat mengakibatkan kepuasan hidup adalah pemenuhan mete-kebutuhan sebab pemenuhan kebutuhan ini untuk pertumbuhan ynag timbulnya dari luar diri (eksternal). Sedangkan pemenuhan kebutuhan dasar hanya diakibatkan kekurangan yang bersal dari dalam diri (internal). (Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir : 245 - 246).
Selain dari tokoh di atas, beberapa psikolog ada yang membagi motivasi menjadi dua, yaitu :
a. Motivasi intrinsik, ialah motivasi yang berasal dari diri seseorang itu sendiri tanpa dirangsang dari luar.
b. Motivasi ektrinsik, ialah motivasi yang datang karena adanya perangsangan dari luar. (Abdurrahman Saleh dan Muhib Abul Wahab : 139 -140)
B. Motif Orang Beragama
Pada diri manusia terdapat keinginan serta kebutuhan yang bersifat universal. Keinginan dan kebutuhan tersebut merupakan kebutuhan kodrati, berupa keinginan untuk mencintai dan dicintai Tuhan. Untuk memenuhi kebutuhan yang demikian, maka seseorang akan beragama dan melaksanakan ajaran yang diyakini kebenarannya tersebut.
Menurut Nico Syukur Dister Ofm, motifasi beragama dibagi menjadi empat motivasi, yaitu:
1. Motivasi yang didorong oleh rasa keinginan untuk mengatasi frustasi yang ada dalam kehidupan, baik frustasi karena kesukaran dalam menyesuaikan diri dengan alam, frustasi sosial, frustasi moral maupun frustasi karena kematian.
2. Motivasi beragama karena didorong oleh keinginan untuk menjaga kesusilaan dan tata tertib masyarakat.
3. Motivasi beragama karena didorong oleh keinginan untuk memuaskan rasa ingin tahu manusia atau intelek ingin tahu manusia.
4. Motivasi beragama karena ingin menjadikan agama sebagai sarana untuk mengatasi ketakutan.
Dalam Al-qur’an ditemukan beberapa statemen yang menunjukkan dorongan-dorongan yang mempengaruhi manusia baik berbentuk instingtif (naluriah) maupun dorongan terhadap hal-hal yang memberikan kenikmatan. Dorongan instingtif berdasar pada kenyataan bahwa manusia mempunyai motif bawaan (fitrah) yang menjadi pendorong untuk melakukan berbagai macam bentuk perbuatan tanpa disertai dengan peran akal, sehingga terkadang manusia tanpa disadari bersikap dan bertingkah laku untuk menuju pemenuhan fitrahnya. Sedangkan dorongan terhadap hal-hal yang memberikan kenikmatan adlah seperti kecintaan terhadap dunia dan syahwat (perempuan, anak, dan harta kekayaan).(Abdurrahman Saleh dan Muhib Abul Wahab : 141-142) Dorongan naluriah tersebut diatas bisa dikatakan sebagai motivasi intrinsic, sedangkan dorongan yang berorientasi pada kenikmatan ragawi adalah motivasi ekstrinsik.

C. Mengapa Orang Beragama
Menurut A. Kamil, alasan-alasan mengapa manusia berhajat dan memerlukan agama adalah :
1. Agama menjawab sense of religion
Menyingkap perasaan keberagamaan pada diri manusia, dan pengakuan terhadap perasaan ini merupakan salah satu unsur yang tetap dan natural pada jiwa manusia. Karena dalam diri manusia terdapat empat naluri . Keempat naluri tersebut adalah:
a. Naluri Kognitif atau Kuriositas, yang mengkondisikan manusia semenjak awal penciptaan untuk mencari dan menelusuri masalah-masalah yang kabur dan buram tentang siapa yang menciptakan alam semesta ini. Dan perasaan atau naluri ini yang memotivasi para penemu dan inventor untuk menyingkap tirai yang menyelimuti alam semesta.
b. Naluri Etis, yang menumbuhkan etika dan sifat-sifat utama dan transendental pada jiwa manusia.
c. Naluri Estetis, yang memunculkan seni dan menjadi sebab berseminya berbagai cita rasa kesenian.
d. Naluri Religiusitas adalah naluri atau perasaan yang dirasakan oleh setiap orang pada awal-awal masa baligh dan sebuah jenis kecenderungan terhadap alam metafisika.
2. Agama Menjawab Kuriositas
Setiap insan menemukan tiga pertanyaan asasi dalam dirinya ihwal: Aku berasal dari mana ? Untuk keperluan apa ? Akan kemanakah aku melangkah ?
Seorang Materialis akan terperangah dan tertunduk dalam menghadapi pertanyaan-pertanyaan ontologis semacam ini, namun agama dengan lantang dan kencang dapat memberikan jawaban atas tiga pertanyaan tersebut. Agama menjawab bahwa manusia dan alam semesta merupakan makhluk Tuhan Yang Mahakuasa dan Dialah sebagai sumber keberadaan manusia dan semesta. Tujuan penciptaan manusia adalah untuk mengenal dan mentaati serta sampai kepada kesempurnaan diri dimana hasil dari semua itu dapat dituai pada kehidupan selanjutnya. Kematian dalam perspektif agama merupakan terminal bagi kehidupan yang lain dan ia tidak memandangnya sebagai akhir dari kehidupan.
3. Agama Menjawab Perkara Psikologis
Para psikolog di samping membahas masalah fenomena-fenomena yang tak terhitung yang berlaku di dunia ini mereka juga mengurai tentang dimensi kejiwaan manusia. Mereka dalam hal ini berkata, kembalinya manusia kepada agama memiliki efek-efek yang dapat memecahkan pelbagai persoalan yang mendera kehidupan manusia, antara lain:
a. Menciptakan pemahaman dan sikap optimisme di antara manusia.
b. Mengkompensasi segala derita dan nestapa yang dialami manusia.
4. Agama Mengatur Urusan Sosial
Manusia secara natural adalah makhluk sosial (zoon politician). Manusia menghendaki adanya interaksi sosial di antara sesama jenisnya sehingga ia dapat memecahkan berbagai problematika yang dihadapinya secara gotong-royong dan saling membantu satu sama lain, serta agar dapat menghalau berbagai rintangan dan halangan yang merintangi jalannya untuk sampai kepada kesempurnaan. Dari sini, agama memainkan peran untuk mengatur dan menata relasi dan hubungan yang ada dan seharusnya ada di antara sesama manusia. Yaitu, antara lain:
Pertama, menjelaskan batasan dan tugas masing-masing individu dalam interaksi sosialnya. Karena betapapun seorang individu adalah seorang adil dan tahu akan tugasnya namun apabila rule of game tidak ditentukan maka ia tidak akan dapat menjalankan tugasnya sebagaimana mestinya.
Kedua, dengan mengimplementasikan serangkaian program kerja yang bermanfaat dan menjelaskan punish terhadap sikap egosentrik dan tidak tahu batasan setiap individu.
Dengan peran sentral agama ini, jaminan untuk terciptanya tatanan masyarakat yang saling menghargai dan tolong menolong dalam rangka mencapai kesempurnaan maknawi dan mengaktualkan potensi kemanusiaan yang dimiliki oleh setiap individu dalam masyarakat dapat dicapai.
IV. KESIMPULAN
Dengan menjawab asumsi-asumsi dan hipotesa atas keberagamaan manusia maka dengan demikian dapat disimpulkan bahwa manusia tidak dapat tidak beragama dalam kehidupannya. Agama yang akan mengantarkannya mencapai kesempurnaan maknawi dan duniawi berkat aturan dan rule of game yang tegas dijelaskan dalam setiap ajaran agama. Melalui agama pertanyaan-pertanyaan ontologis yang menyangkut persoalan-persoalan eksistensial dapat terjawab dengan tuntas dan komprehensif dimana orang-orang yang kontra dengan keberadaan agama dan mencoba memberangus rasa keberagamaan itu dengan menyajikan industri dan sains. Namun manusia karena dalam dirinya mengandung dua dimensi, ragawi dan maknawi, kebutuhan dan dahaga maknawinya tidak akan dapat pernah dapat terpenuhi selain dengan perantara sesuatu yang trasendental.
V. PENUTUP
Demikian makalah yang dapat kami sampaikan, tentunya jauh dari kata kesempuranaan karena kesempurnaan adalah milik Allah. Khilaf dan salah adalah milik insan yang lemah ini. Dari itu maka pemakalah mengharap saran dan kritik yang membangun demi perbaikan makalah yang akan datang. Dan akhirnya ucapan terimakasih atas partisipasinya dan semoga bermanfat bagi penulis khususnya bagi pembaca pada umumnya. Amin………
VI. REFERENCE
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Nuansa-nuansa Psikologi Islam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002.
Abdurrahman Saleh dan Muhib Abul Wahab, Psikologi Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam, Prenatal Media, Jakarta, 2004.
Copyright @ indoskripsi.com launched at November 2007. Website hosting by IdeBagus.
Sardiman AM, Interaksi Motivasi Belajar Mengajar,PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000, hlm. 72.
.[www.wisdoms4all.com]

FITRAH MENGENAL ALLAH

I. AYAT-AYAT YANG TERKAIT
A. Surat Ar-Rum 22-25 dan 30


22. Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui
23. Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah tidurmu di waktu malam dan siang hari dan usahamu mencari sebagian dari karuniaNya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mendengarkan.
24. Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya, Dia memperlihatkan kepadamu kilat untuk (menimbulkan) ketakutan dan harapan, dan Dia menurunkan hujan dari langit, lalu menghidupkan bumi dengan air itu sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mempergunakan akalnya.
25. Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah berdirinya langit dan bumi dengan iradat-Nya. Kemudian apabila Dia memanggil kamu sekali panggil dari bumi, seketika itu (juga) kamu keluar (dari kubur).

30. Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui
B. Surat Al-Hasyr ayat 22-24




22. Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Yang Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
23. Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan Keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala Keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.
24. Dialah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Asmaaul Husna. Bertasbih kepadaNya apa yang di langit dan bumi. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
C. Surat Al-Baqoroh ayat 163 dan 225


163. Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
255. Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar




II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Fitrah
Fitrah menurut arti bahasa adalah dalam bahasa Arab dari bentuk fi’lah yang menunjukkan pada masdar yang menunjukkan arti keadaan atau jenis perbuatan.

ﻔﻄﺭﺓ ﷲ ﺍﻠﺘﻰ ﻔﻄﺭﺍﻟﻧﺎﺲ ﻋﻠﻴﻬﺎ
Artinya : (Tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu (Qs. Arrum : 30)
Fitrah menurut istilah adalah potensi dasar yang dimiliki manusia untuk mengetahui dan mengesahkannya/ tidak ada Tuhan menlainkan Allah dan Allah mengambil kesaksian atas mereka sendiri.
Fitrah adalah agama yang lurus yakni Islam/ tauhid yang murni. Menurut kitab Shahih Al-Bukhori (Hadits dari Rasulullah SAW) setiap bayi yang dilahirkan dalam keadaan fitrah. Orang tualah yang menjadikan Yahudi, Nasroni, dan Majusi.
Manusia diciptakan di dunia tidak lain untuk beribadah dengan proses kejadian manusia yang diterangkan dalam Qs. Al-‘Araf ayat 172 yang mangatakan bahwa Allah telah menciptakan anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka. Allah telah bertanya kepada mereka tentang ketuhanan dan mereka menjawab Tiada Tuhan Selain Allah.
Dari makna di atas bahwa kita sebagai manusia ciptaan Allah dulu telah bersaksi mengakui bahwa Tuhan kita adalah Allah yang menciptakan alam seisinya. Sebagai manusia kita harus bertaqwa dan menjalankan segala perintahnya dengan sungguh-sungguh.
Kita diciptakan tidak lain untuk beribadah. Dengan menganut ajarannya yaitu agama yang paling benar disisi Allah dan agama Islam yang dimana terdapat ajaran dengan mengesahkan Allah dengan agama tersebut. Kita dapat mengaplikasikan dan mengembangkan potensi keimanan/ fitrah tersebut.
Ditegaskan pada surat Ar-Rumm ayat 30 : Maka kita sebagai ciptaan Allah senantiasa menghadapkan wajah kita dan lurus kepada fitrah Allah tidak lain itulah agama yang lurus tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.
Hakekat fitrah yang diungkap dalam kandungan Qs. Al-‘Araf ayat 172 dan Qs. Arrum ayat 30 adalah bahwa kata fitrah dapat diartikan sebagai potensi yang mengarah pada Imam Billah, Abdurrohman Saleh Abdullah mangatakan manusia menerima Islam itu adalah sama jalan dengan jalan ditempuh seorang anak kecil yang menerima dan mengakui ibunya.
Potensi keislaman yang diberikan sejak lahir ini mempunyai cabang (baik dan buruk) guna mencapai keberhasilan. Menurut pandangan agama manusia seutuhnya adalah mampu menempatkan manusia yaitu pemenuhan fitrah sebagai insan yang berketuhanan. Hal ini erat kaitannya dengan usaha campur tangan “pendidikan dalam rangka mengarahkan manusia sejak dini untuk senantiasa berada dalam jalur potensi yang mengarah pada kebenaran”.
B. Allah Mengenalkan Diri-Nya
1. Mengetahui Nama (sifat) Allah
Berdasarkan hadits Rasulullah SAW bahwa “Allah mempunyai sembilan puluh sembilan nama. Barang siapa yang menghafalnya, ia masuk surga. Sesungguhnya Allah itu Maha Gasal (tidak genap) dan cinta kepada hal yang gasal” (HR. Ibnu Majah)
Menghafal nama-nama Allah yang baik ialah mengingat-Nya, menghadirkan maknanya dalam hati serta merasakan bekasnya dalam jiwa. Imam Tirmidzi menyebutkan 99.
Al-Biqa’i berkomentar tentang kata (ﻫﻮ) huwa pada Qs. Al-Hasr ayat 22 bahwa Dia yang wujud-Nya dari Dzat-Nya sendiri sehingga Dia sama sekali tidak disentuh oleh Adam (ketiadaan) dalam bentuk apapun, dan dengan demikian tidak ada wujud yang pantas disifati dengan kata tersebut selain-Nya, karena Dialah yang selalu wujud sejak dahulu hingga kemudian yang tidak terhingga.
Menurut Imam Ghazali, Al-Malik yang merupakan salah satu nama Allah yang Maha Mulia adalah Dia “Yang Dzat dan sifat-Nya tidak membutuhkan segala yang wujud, bahkan segala yang wujud butuh kepada-Nya dalam segala sesuatu dan menyangkut segala sesuatu. Segala sesuatu selain-Nya menjadi milik-Nya.
Dalam penjelasan beberapa kamus bahasa Arab antara lain karya al-Fairuzabadi ditemukan bahwa Quddus adalah Ath-Thahr. Auw Al-Mubarak/ yang suci murni atau yang penuh keberatan.
Agaknya atas dasar inilah ada ulama’ yang mengartikan kata tersebut sebagai yang menghimpun semua makna-makna yang baik atau yang terpuji dengan segala macam kebijakan.
Menurut Imam Al-Ghazali, Allah A-Quddus adalah Dia Yang Maha Suci dari segala sifat yang dapat dijangkau oleh Indra, dikhayalkan oleh imajinasi, diduga oleh waham, atau yang terlintas dalam nurani dan pikiran.
Al-Biqo’ memahami ke-Quddus-an adalah “Kesucian yang tidak menerima perubahan, tidak disentuh oleh kekotoran, dan terus menerus terpuji dengan langgengnya sifat itu”
Ibn al-‘Arabi menyatakan bahwa semua Ulama’ sepakat bahwa nama As-Salam yang didefinisikan kepada Allah berarti Dzu as-Salamah yakni : Pemilik as-Salamah, hanya saja-tulisannya lebih jauh-mereka berbeda dalam memahami istilah ini.
Kata al-Mu’min menurut Az-Zajjaj pakar bahasa Arab, menulis dalam bukunya Tafsir Asma al-Husna beberapa pendapat tentang makna Mu’min sebagai sifat Allah “Allah menemani dirinya Mu’min karena Dia menyaksikan keesaan-Nya, sesuai firman-Nya : Allah menyaksikan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah (Qs. Al-Imran (3) : 18).
Pendapat lain tentang makna Mu’min yang menjadi sifat Allah itu diemukakan oleh asy-Syanqithi. Menurutnya al-Mu’min dapat dipahami sebagai bermakna pembenaran Allah akan keimanan hamba-hamba-Nya yang beriman dan ini mengantar kepada diterimanya Iman mereka serta tercurahnya ganjaran kepada mereka.
Menurut Imam al-Ghazali, Mu’min adalah yang kepadanya dikembalikan rasa aman dan keamanan melalui anugerah tentang masalah-masalah perolehan rasa aman dan keamanan itu serta dengan menutup segala jalan yang menimbulkan rasa takut.
Imam Ghazali berpedapat bahwa kata al-Muhaimin yang menjadi salah satu Asma’ al Husna itu bermaka Allah menangani serta mengawasi urusan makhluknya dari sisi amal perbuatan mereka rezeki dan ajal mereka.
Menempatkan kata al-Muhaimin sesudah menurut Thahir Ibn Asyur adalah untuk menampik kesan yang boleh jadi muncul bahwa rasa aman yang diberikan-Nya adalah karena Dia lemah/ takut kepada yang lain.
Allah adalah al-Aziz yakni yang Maha Mengalahkan siapapun yang melawan-Nya dan tidak terkalahkan oleh sipapun. Dia juga yang tidak ada sama-Nya. Serta tidak pula dapat dibendung kekuatannya atau diraih kedudukan-Nya, Dia begitu tinggi sehingga tidak dapat disentuh oleh keburukan dan kehinaan. Dari sini Al-Aziz biasa juga diartikan dengan yang Maha Mulia.
Al-Biqa’i menafsirkan kata jabber dengan yang Maha Tinggi sehingga memaksa yang rendah untuk tunduk kepada apa yang dikehendaki-Nya dan tidak terlihat/ terjangkau oleh yang rendah apa yang mereka harapkan untuk diraih dan sisi-Nya, ketundukan dan ketidakterjangkauan yang nampak secara amat jelas.
Ulama’ berpendapat bahwa makna asal dari kata ini adalah keengganan dan ketidaktundukan jadi Allah yang bersifat Mutakabbir mereka pahami dalam arti Dia yang enggan menganiaya hamba-hamba-Nya.
Sementara pakar kebahasaan berpendapat bahwa kata al-mutakabbir berarti Yang Maha Besar, karena menurut mereka huruf ta’ dalam bahasa Arab biasanya jika disisipkan pada kata, maka ia mengandung makna takalluf (kesengajaan membuat-buat) sedang Allah SWT Maha Suci dengan sifat kesengajaan membuat-buat kebesaran.
Imam Ghazali berpendapat bahwa Al-Mutakabbir adalah yang memandang selainnya hina dan rendah, bagai pandangan raja kepada hamba sahayanya bahkan merasa bahwa keagungan dan kebesaran hanya milik-Nya.
Dalam surat Al-Hasyr : 24
Menurut Imam Ghazali menjelaskan tiga hal (ﺍﻟﺧﺎﻠﻖ ﺍﻟﻤﺼﻭﺮ ﺍﻟﺒﺭ) melalui satu ilustrasi, yaitu seperti halnya bangunan, dia membutuhkan seorang yang mengukur apa dan beberapa banyak yang dibutuhkan dari kayu, bata, luas tanah, jumlah bangunan serta panjang dan lebarnya. Ini dilakukan oleh insiyur yang kemudian membuat gambar dari bangunan yang dimaksud. Setelah itu dibutuhkan buruh-buruh bangunan yang mengerjakannya sehingga tercipta bangunan yang diukur tadi. Selanjutnya masih dibutuhkan lagi orang-orang yang memperhalus, memperindah bangunan itu, yang ditangani oleh orang lain yang bukan buruh bangunan itu. Inilah yang biasa terjadi dalam membangun satu bangunan Allah SWT dalam menciptakan sesuatu, melakukan ketiganya, karena itu Dia, adalah al-Khaliq, al-Bari’, dan al-Musawwir
Al-Hakim
Pakar tafsir al-Biqa’i menganalisis bahwa al-Hakim harus yakin sepenuhnya tentang pengetahuan dan tindakan yang diambilnya, sehingga dia akan tampil dengan penuh percaya diri, tidak berbicara dengan ragu/ mengira-ngira dan tidak pula melakukan sesuatu dengan coba-coba.
Imam Ghazali memahami kata hakim adalah arti pengetahuan tentang sesuatu yang paling utama dan wujud yang paling utama-ilmu yang paling utama dan wujud yang paling agung-yakni Allah jika demikian Allah adalah hakim yang seharusnya, karena Dia yang mengetahui ilmu yang paling abdi dan tidak tergambar dibenak makhluk dan ilmu-Nya itu tidak mengalami perubahan.
2. Diantara tanda-tanda Kekuasaan-Nya
a. Penciptaan Langit dan Bumi
Yakni penciptaan langit dalam hal ketinggian, keluasan serta berbagai bentuk makhluk yang terdapat di dalamnya
b. Perbedaan Bahasa
Yakni bahasa manusia baik bahasa Arab, asing maupun bahasa lainnya.
c. Perbedaan Warna Kulit
Yakni tanda-tanda khusus pada setiap manusia. tanda ini berbeda dari tanda yang dimiliki oleh manusia yang lain. Tidak ada manusia yang serupa dengan yang lain yang ada adalah kemiripan tanda, perilaku, bahasa
d. Malam dan Siang
Karakteristik malam yang digunakan untuk beristirahat dan diam, dan menjadikan siang sebagai ajang untuk menyebar berusaha mencari penghidupan, dan berpergian
e. Adanya Kilat
Kadang-kadang untuk takut dengan gelegarnya dan kadang-kadang untuk mengharapkan hujan karenanya
f. Dengan diturunkannya hujan maka bumi menjadi hidup kembali setelah sebelumnya bumi itu kering kerontang dan tandus, setelah turun hujan maka bumipun menjadi sumber dan gembur, dan menumbuhkan pepohonan sehingga, menjadi rimbun
g. Berdirinya langit dan bumi dengan iradat Nya
Yaitu pada saat bumi berganti dengan bumi lain dan orang-orang mati keluar dari kubur dengan keadaan hidup dengan iradat dan seruannya kepada mereka
h. Apabila Dia memanggil kamu sekali panggil dari bumi, sekita itu juga untuk keluar (dari bumi)
Sesungguhnya pada yang demikian itu merupakan tanda-tanda kekuasaan-Nya bagi orang yang mengetahui yang mendengarkan dan yang mempergunakan akalnya dengan baik.
C. IMPLIKASI PENDIDIKAN
Uraian mengenai keimanan kepada Allah yang memiliki hubungan yang erat dengan pendidikan Islam :
1. Dilihat dari segi kedudukannya, keimanan kepada Allah dengan segala uraian yang berkaitan dengannya selain menjadi materi utama pendidikan Islam, juga dapat menjadi bagi perumusan tujuan pendidikan, dasar penyususunan kurikulum aspek-aspek pendidikan lainnya. Tujuan pendidikan dalam Islam juga harus berkaitan dengan keimanan dan ketakwaan kepada Allah.
2. Dilihat dari segi fungsinya, keimanan kepada Allah berfungsi mendorong bagi upaya meningkatkan dibidang pengembangan ilmu pengetahuan. Hal ini dapat dipahami dari keharusan orang-orang yang beriman agar memperkuat keimanannya dengan dalil-dalil baik yang bersifat (al-Qur’an dan al-Hadits), maupun dalil akli yang dibangun dari argumentasi rasioanal.








III. KESIMPULAN
Dengan demikian jelaslah bahwa keimanan kepada Allah memiliki hubungan subtansial dan fungsional dalam kerangka perumusan konsep pendidikan Islam pada umumnya dan pengembangan ilmu pengetahuan dan peradaban pada umumnya.
IV. PENUTUP
Demikianlah makalah yang kami sampaikan tentunya ini semua jauh dari kesempurnaan , kritik dan saran yang konstruktif kami harapkan demi perbaikan makalah agar lebih baik. Dan akhirnya , semoga semua apa yang kitapelajari bisa bermanfaat bagi orang lain dan khususnya bagi diri kita dan terutama bagi perkuliahan psikologi islam supaya kita bisa menambah khasanah ilmu dan menambah pengetahuan, amin.
V. REFERENSI
Abudi Nata, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002.
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Lentera Hati, Jakarta, 2002.
Murtadha Muthahari, Fitrah lentera Busritama, Jakarta, 1998.
Ibnu Katsir, Kumudahan dari Allah, Gema Insani, Jakarta, 2000.
Ahmad Bahjat, Mengenal Allah, Pustaka Hidayah, Bandung, 1986.